![]() |
Hearing di DPRD Siak terkait konflik lahan di Dosan Siak |
SIAK – Program Perhutanan Sosial yang selama ini diklaim sebagai solusi pemerataan akses lahan, justru menimbulkan konflik dan penderitaan baru bagi masyarakat di Kampung Dosan, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak. Alih-alih membawa keadilan, program ini dianggap menjadi dalih bagi perusahaan besar untuk merampas hak rakyat.
Hal ini mengemuka dalam hearing yang digelar Komisi II DPRD Siak bersama masyarakat, tokoh adat, kelompok tani, dan LSM, Selasa (19/8/2025). Ironisnya, pihak PT Arara Abadi (AA) dan Koperasi Produksi Bumi Dosan Sejahtera—yang dituding sebagai aktor utama penyerobotan lahan—tidak hadir dalam forum tersebut.
Lahan Sah Warga Dirusak, Tanaman Sawit Dipendam
Masyarakat mengaku memiliki lahan dengan dasar hukum kuat, yakni Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) sejak tahun 1990-an. Namun lahan itu kini dikuasai perusahaan, tanaman sawit mereka digusur, bahkan kayu akasia yang tumbuh di atasnya diambil tanpa ada kompensasi.
“Lahan kami yang ada sawitnya digusur, kayu akasia diambil, tapi tidak ada sepeser pun ganti rugi. Kami dijanjikan ganti rugi di Pekanbaru, tapi nyatanya hanya diombang-ambing. Sampai hari ini hak kami tidak pernah dibayarkan,” tegas Anto, salah satu pemilik lahan.
Perhutanan Sosial Jadi Ketidakadilan Sosial
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Dobetame Dosan, Johan Supriyadi, menilai program Perhutanan Sosial (PS) justru memperuncing konflik. Menurutnya, program yang seharusnya menyejahterakan rakyat malah menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakadilan.
“Dengan dalih Perhutanan Sosial, hak masyarakat sah malah dirampas lalu diberikan kepada pihak lain. Kalau berbagi, kami tidak keberatan, tapi harus jelas. Faktanya, masyarakat dipaksa menyerah, lahan digusur pakai alat berat, masyarakat hanya bisa menangis,” ujarnya dengan nada geram.
Johan menyebut SK baru dari kementerian ibarat “keluar dari mulut buaya masuk ke mulut harimau.” Alih-alih mendamaikan, kebijakan itu justru memicu potensi konflik horizontal.
DPRD Siak Akan Kawal Ketat
Ketua Komisi II DPRD Siak, Sujarwo, menegaskan bahwa DPRD tidak akan tinggal diam. Ia memastikan akan turun langsung ke lapangan untuk memetakan persoalan dan menyiapkan rekomendasi resmi.
“Persoalan ini sudah terlalu lama terbengkalai. Komisi II akan turun ke lapangan pada 18 September 2025 untuk pemetaan detail. Setelah itu, kami akan keluarkan rekomendasi DPRD Siak agar pemerintah mengambil langkah tegas menyelesaikan konflik ini,” tegas Sujarwo.
Ia juga menyayangkan absennya PT Arara Abadi dan koperasi dalam hearing kali ini. “Padahal inti masalah justru ada pada mereka. Sayang sekali, ketika masyarakat menjerit, pihak perusahaan malah berhalangan hadir,” ujarnya.
Masyarakat Menunggu Bukti Nyata
Konflik agraria di Dosan kini menjadi ujian serius bagi pemerintah daerah dan DPRD Siak. Program Perhutanan Sosial yang awalnya dijanjikan sebagai jalan keadilan, justru dinilai menjadi alat legitimasi perampasan tanah rakyat.
Publik kini menunggu: apakah DPRD Siak benar-benar akan berpihak pada masyarakat, ataukah janji penyelesaian konflik kembali berakhir menjadi sekadar retorika politik? (Mg/Hd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar