![]() |
Reklamasi ilegal oleh PT. Maulana Kreasindotama |
SIAK – Kasus reklamasi ilegal yang dilakukan PT/CV. Maulana Kreasindotama Konstruksi, milik pengusaha bernama Awang di Kampung Mengkapan, Kecamatan Sungai Apit, semakin terang benderang. Meski sempat membandel menjalankan reklamasi tanpa izin, perusahaan ini akhirnya mengajukan permohonan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Namun, fakta terbaru mengungkap bahwa permohonan tersebut baru sebatas PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut). Artinya, prosesnya bahkan belum masuk ke tahap pengajuan izin reklamasi. Yang lebih fatal, dokumen AMDAL yang menjadi syarat utama juga diduga belum dimiliki perusahaan tersebut.
PKKPRL adalah singkatan dari Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut. Dokumen ini merupakan izin awal yang menunjukkan bahwa lokasi reklamasi tidak melanggar tata ruang laut (RZWP3K/RTR Laut).
Dengan kata lain, jika sebuah perusahaan mengajukan PKKPRL ke KKP, maksudnya, Mereka meminta persetujuan resmi dari KKP bahwa lokasi reklamasi sesuai dengan tata ruang laut.
Tanpa PKKPRL, perusahaan tidak bisa melanjutkan ke tahap izin pelaksanaan reklamasi.
Setelah PKKPRL keluar barulah bisa diurus dokumen lain seperti izin lingkungan (AMDAL), izin pelaksanaan reklamasi, dan perizinan teknis berikutnya.
Karena itu, pengajuan CV/PT. Maulana Kreasindotama Konstruksi ini jelas masih sangat jauh dari kata legal. Bahkan jika PKKPRL disetujui, tanpa AMDAL, izin reklamasi tetap tidak mungkin diterbitkan.
Aktivitas Ilegal diduga masih berjalan:
Meski KKP sudah memasang plang penghentian reklamasi sejak sebulan terakhir, aktivitas di lokasi tersebut diduga tetap berlangsung. Kapal masih bersandar, bahkan terlihat dilokasi material konstruksi diduga milik perusahaan migas, dan aktivitas pelabuhan tikus seolah kebal hukum.
“Kalau AMDAL tidak ada, izin reklamasi itu mustahil bisa keluar. Permohonan PKKPRL baru langkah awal. Jadi kalau kegiatan reklamasi sudah berjalan sebelum izin lengkap, jelas ilegal,” tegas Hadi seorang penggiat lingkungan di Siak, (11/9/2025)
Kerugian PAD:
Kondisi ini bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga menimbulkan potensi kerugian bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Retribusi pelabuhan, pajak daerah, dan pungutan resmi lain yang seharusnya masuk kas daerah justru bocor karena aktivitas pelabuhan tikus ilegal ini.
Publik Tunggu Tindakan Tegas:
Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum dan instansi terkait tidak hanya menghentikan aktivitas reklamasi, tetapi juga menindak tegas pemilik usaha yang terbukti melanggar hukum.
Kasus ini menjadi ujian bagi KKP dan Pemda Siak: apakah berani menegakkan aturan demi kelestarian lingkungan pesisir dan keadilan daerah, atau justru membiarkan praktik ilegal terus berlangsung dengan dalih “izin sedang diurus. (Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar